SILATURRAHIM
Oleh : Latansa Intermedia
Buku ini dipersempahkan untuk:
- Orang yang sedang
bersilaturrahim baik tahu atau tidak tahu bahwa silaturrahim adalah ibadah
dan menyambung kerabat.
- Ditujukan kepada
hati yang rindu bertemu dengan kerabat dan orang dekat karena beberapa
sebab sehingga tidak bisa berkunjung … Semoga bisa bersabar.
- Orang yang tidak
bisa bertemu dengan kerabat dan sanak keluarga serta meninggalkan mereka
karena terpaksa sementara rasa hati ingin bertemu dan selalu bersama …
Semoga diterima udzurnya.
- Orang-orang yang
tidak ingin bersilaturrahim karena berhati keras atau tidak mau
merenungkan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala atau tidak mengerti
tentang sun-nah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam… Nasihat dan
manfaat.
Latansa intermedia
SILATURRAHIM
Rahim secara bahasa berarti rahmah yaitu lembut dan kasih sayang. Tarahamal qaumu artinya s-ling berkasih sayang.
Imam Al-Azhary berkata yang dimaksud dengan firman Allah:
"Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam". (Al-Anbiya': 107) adalah kasih sayang.
Tarahhama 'alaihi berarti mendoakan seseorang agar mendapatkan rahmat, istarhama
berarti memohon-kan rahmat. Rajulun rahumun (orang laki-laki yang
penyayang) dan imra'atun rahumun (perempuan yang penyayang). Ar-Rahmah
fi bani adam, berarti kelem-butan dan kebaikan hati.
Seseorang dikatakan dekat dengan kerabat apabila dia telah memiliki
kasih sayang dan kebaikan sehingga menjadi betapa baik dan sayang. Abu Ishaq
berkata: Dikatakan paling dekat rahimnya yaitu orang yang paling dekat kasih
sayangnya dan paling dekat hubung-an kerabatnya.
Ar-ruhmu dan ar-ruhumu secara bahasa adalah ka-sihan dan
simpati. Allah menyebut hujan dengan nama rahmat. Ibnu Sayyidih berkata bahwa
yang dimaksud dengan ar-rahim dan ar-rihimu adalah rumah tempat
tumbuhnya anak, dan jamaknya arhaam.
Al-Jauhary berkata ar-rahim berarti kerabat. Imam Ibnu Atsir
berkata bahwa dzu rahim adalah orang-orang yang memiliki hubungan
kerabat yaitu setiap orang yang memiliki hubungan nasab dengan anda.
Imam Al-Azhary berkata ar-rahim adalah hubung-an dekat antara
bapak dan anaknya dengan kasih sayang yang sangat dekat.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling memin-ta satu sama lain, dan peliharalah
hubungan sila-turrahim." (An-Nisa': 1)
Orang Arab mengatakan: " Saya ingatkan engkau dengan takut kepada
Allah dan hubungan silatur-rahim".
KATA PENGANTAR
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menganugerahi umat ini dengan
mengutus nabi dari kalangan mereka sendiri dan menurunkan Al-Qur'an dengan
bahasa mereka. Allah berfirman:
"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul
dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin". (At-Taubah: 128)
Dan firman Allah:
"Sesungguhnya Kami menurunkan berupa Al-Qur'an
dengan berbahasa Arab, agar kamu mema-haminya". (Yusuf: 2)
Kitab suci Al-Qur'an diturunkan bukan hanya sekadar untuk diambil
berkahnya dan dibaca, atau hanya menetapkan masalah tauhid dan aqidah saja,
atau menetapkan syari'at saja, akan tetapi Al-Qur'an datang juga untuk mendidik
umat serta agar membentuk masyarakat dan negara.
Sesungguhnya Islam memiliki manhaj tersendiri yaitu manhaj Robbani dan
Islam sangat memperhatikan masalah ikatan keluarga setelah menjadikan ikatan
utama yaitu ikatan aqidah sebagai landasan hubungan. Keterikatan dengan
keluarga yang saling melindungi termasuk aturan agama Islam serta merupakan
fitrah di dalam jiwa kemanusiaan, dan Islam mendorong serta membina kuatnya
hubungan kerabat kepada tahapan yang lebih baik. Selagi hubungan keluarga
menjadi sarana untuk kepentingan dan kemaslahatan Islam, maka hubungan kerabat
tersebut termasuk sebagai usaha untuk membentuk masyarakat Islam.
Dan ciri utama orang mukmin dalam beragama adalah selalu dibuktikan
dengan amalan dan perbuatan bukan hanya sekedar ucapan dan pengakuan. Allah Ta'ala
berfirman:
"Dan saling berpesan untuk bersabar dan saling
berpesan untuk berkasih sayang". (Al-Balad: 17)
Kata al-marhamah lebih dalam dari pada rahmah, yang
berarti saling berkasih sayang antara sesama orang-orang yang beriman dan
berwasiat agar mereka selalu berkasih sayang antar sesama mukmin dan bahkan
wasiat tersebut dijadikan sebagai kewajiban bermasyara-kat serta tolong
menolong untuk menegakkan wasiat tersebut di tengah-tengah masyarakat. Dan
biasanya lingkungan yang paling tepat dan sangat subur untuk menumbuhkan wasiat
tersebut adalah hubungan kerabat sehingga Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan hubungan kerabat sebagai sasaran utama
dalam berwasiat untuk saling berkasih sayang.
Menyambung hubungan kerabat adalah wajib dan memutuskannya merupakan
dosa besar.
Imam Nawawi rahimahullah berkata: "Barangsiapa yang secara sadar
menghalalkan pemutusan hubungan kera-bat tanpa sebab atau ada subhat sedangkan
dia tahu bahwa memutuskan hubungan kerabat adalah haram, maka dia kafir, kekal
di Neraka dan tidak akan masuk Surga selama-lamanya."
Menyambung silaturrahim mempunyai beberapa tingkatan dan yang paling
rendah adalah menyambung kembali hubungan yang telah putus dengan berbicara
atau hanya sekedar mengucapkan salam supaya tidak masuk ke dalam pemutusan
hubungan kerabat. Jika seseorang menyambung sebagian hubungan kerabat tapi
tidak sampai seluruhnya, maka dia tidak bisa dikatakan memutus hubungan
kerabat. Tetapi jika kurang dari kewajaran yang semestinya dari silaturrahim,
maka belum bisa seseorang disebut menyambung .

"Sesungguhnya bagi mereka ada hak perlindungan dan kekerabatan". (HR. Ath-Thabrani)
Dan juga hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau
bersabda:

"Sesungguhnya kebaikan yang terbaik adalah sese-orang bisa menyambung hubungan kerabat dengan teman bapaknya". (Shahihul Jami', Al-Albani)
Padahal mereka yang disebutkan dalam hadits di atas tidak memiliki
hubungan nasab sama sekali. Berarti hadits di atas mempunyai makna yang sangat
luas yaitu kewajiban berkasih sayang dan menaruh perhatian kepada sesama umat
Islam dan ini sesuai dengan tun-tutan ajaran dan kenyataan.
KITABULLAH DAN SILATURRAHIM
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling memin-ta satu sama lain, dan peliharalah
hubungan silaturrahim." (An-Nisa': 1).
Keluarga adalah pondasi utama terbangunnya se-buah lingkungan
masyarakat. Dan perekat pertama hubungan antar manusia adalah perekat hubungan
yang bernilai rububiyah yang merupakan perekat hubungan yang paling dasar.
Allah memuji hubungan manusia karena ikatan kekerabatan. Maka bertakwalah
kepada Allah yang kamu saling berjanji dan berikrar dengan keagungan nama-Nya,
kamu saling meminta satu sama lain dengan kebesaran nama-Nya dan kamu saling
bersumpah satu sama lain dengan nama-Nya. Tumbuh-kanlah nilai takwa di antara
kalian agar hubungan kerabat tetap bersambung dan langgeng. Hubungan kerabat
adalah hubungan yang sangat penting setelah hubungan rububiyah dan perasaan
takut kepada Allah. Kemudian, takut untuk memutuskan silaturrahim, selalu
memperhatikan hak-haknya, menjaga kelestarian hu-bungan jangan sampai
menghancurkan dan menganiaya kemesraannya, jangan sekali-kali mencoba mengusik
dan menyentuh keutuhannya. Berusahalah untuk selalu dekat, cinta, hormat dan
memuliakan silaturrahim. Jadikanlah kerinduan dan keteduhan hidup anda di bawah
naungan dan kemesraan silaturrahim, Allah berfirman :
"Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan meng-awasi
kamu". (An-Nisa':
1)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang
Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mereka takut kepada Tuhannya". (Ar-Ra'd: 21)
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan agar kita menyambung hubungan
baik dengan orang faqir, hubungan baik dengan tetangga dan hubungan baik dengan
kerabat dan sanak famili. Apabila manusia memutuskan apa-apa yang diperintahkan
oleh Allah untuk dihubungkan, maka ikatan sosial masyarakat akan hancur
berantakan, kerusakan menyebar di setiap tempat, kekacauan terjadi di mana-mana
dan gejala sifat egoisme dan mau menang sendiri akan timbul dalam kehidupan
sosial. Sehingga setiap individu masyarakat menjalani hidup tanpa petun-juk,
seorang tetangga tidak tahu hak bertetangga, se-orang faqir merasakan
penderitaan dan kelaparan sendirian dan hubungan kerabat berantakan, sehingga
kehidupan manusia berubah menjadi kehidupan hewani serba tidak berharga.
Dari Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang senang diluaskan rizkinya dan ditunda
umurnya, maka hendaklah bersilatur-rahim". (Muttafaq 'alaih)/
BERBUAT BAIK KEPADA ORANG TUA
MERUPAKAN SILATURRAHIM YANG PALING UTAMA
Bersilaturrahim dan berbuat baik kepada orang tua merupakan ajaran yang menjadi ketetapan Kitabullah Al-Qur'an dan Al-Hadits. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya". (Al-Isra': 23)
Wa Qadha Rabbuka berarti suatu perintah yang lazim tidak bisa ditawar-tawar
lagi dan Alla Ta'budu Illa Iyahu berarti perintah ibadah yang bersifat
individu.
Allah menghubungkan beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada orang
tua menunjukkan betapa mulianya kedudukan orang tua dan birrul walidain (berbuat
baik kepada orang tua) di sisi Allah.
Secara naluri orang tua dengan suka rela mau mengorbankan segala sesuatu
untuk memelihara dan membesarkan anak-anaknya dan anak mendapatkan kenikmatan
serta perlindungan sempurna dari kedua orang tuanya.
Seorang anak selalu merepotkan dan menyita perhatian orang tuanya dan
tatkala menginjak masa tua mereka pun tetap berbahagia dengan keadaan
putra-putrinya, akan tetapi betapa cepat seorang anak melalai-kan semua
jasa-jasa orang tuanya, hanya disibukkan dengan isteri dan anak sehingga para
bapak tidak perlu lagi menasihati anak-anaknya hanya saja seorang anak harus
diingatkan dan digugah perasaannya atas kewajib-an mereka terhadap orang tuanya
yang sepanjang umurnya dengan berbagai kesulitan dihabiskan untuk mereka serta
mengorbankan segala yang ada demi kesenangan dan kebahagiaan mereka hingga
datang masa lelah dan letih.
Maka berbuat baik kepada kedua orang tua menjadi keputusan mutlak dari
Allah dan ibadah yang menempati urutan kedua setelah beribadah kepada Allah.
"Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliha-raanmu". (Al-Isra': 23)
Kibar atau kibarul sin artinya berusia lanjut, umur sudah mulai menua,
punggung sudah mulai membung-kuk dan kulit sudah mulai keriput. 'Indaka
yang berarti pemeliharaan yaitu suatu kalimat yang menggambarkan makna tempat
berlindung dan berteduh pada saat masa tua, lemah dan tidak berdaya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka". (Al-Isra':
23)
Seakan-akan Allah berfirman; Bersopan santunlah kamu kepada orang tua!
Dengan demikian ayat tersebut mengajarkan sikap sopan agar seorang anak tidak
menunjukkan sikap kasar serta menyakitkan hati atau merendahkan kedua orang
tua.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia".
Ini tingkatan yang lebih tinggi lagi yaitu keharusan bagi anak untuk
selalu mengucapkan perkataan yang baik kepada kedua orang tua dan
memperlihatkan sikap hormat serta menghargai.
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kasih sayang".
Seolah-olah sikap rendah diri memiliki sayap dan sayap tersebut
direndahkan sebagai tanda penghormatan dan penyerahan diri dalam arti sikap
rendah diri yang selayaknya diperintahkan kepada kedua orang tua, seba-gai
pengakuan tulus atas kebaikan dan jasa-jasanya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku kasihilah
me-reka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
(Al-Isra': 24)
Penyebutan kondisi masa kecil yang lemah yang membutuhkan perawatan dari
kedua orang tua meng-ingatkan kepada kondisi yang sama yang sedang dialami
orang tua tatkala menginjak lanjut usia yang selalu membutuhkan kasih sayang
dan perawatan semisal. Lalu memohon kepada Allah agar bisa memberi belas-kasih
kepada mereka berdua sebagai pengakuan atas kekurangan dalam memberi kasihsayang
secara sem-purna dan hanya Allahlah yang bisa memberi kasih-sayang atau
perawatan yang sangat sempurna serta hanya Dialah yang mampu membalas semua
kebaikan dengan sempurna yang tidak mungkin bagi anak untuk melakukannya.
Bukti kasihsayang Allah banyak sekali yang tampak pada makhluk lain.
Suatu contoh cahaya mata-hari yang menyinari alam semesta, udara yang dihirup
manusia melalui proses paru-paru, air berfungsi untuk minum, masak dan menyiram
tanaman dan kasih sayang ibu terhadap anaknya yang muncul secara fitrah sebagai
bukti nyata kasih sayang Allah Rabb semesta alam.
Orang mulia dan baik kepada kedua orang tua akan selalu tahu kedudukan
serta kemuliaan orang tua, dia merasakan tatkala mencium tangan ibu atau
bapak-nya seolah-olah dia bersujud dengan ruh dan perasaan-nya laksana bersujud
kepada Allah, dia mendapatkan jati diri yang sebenarnya sebagai suatu rahasia
dalam kehidupan. Semua itu menjadi bukti penghargaan dan penghormatan kepada
kedua orang tua. Allah Ta'la berfirman:
"Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan
kepada dua orang ibu-bapaknya . Dan jika kedua-nya memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti ke-duanya". (Al-Ankabut: 8).
Orang tua adalah kerabat terdekat yang mempu-nyai jasa yang tidak
terhingga dan kasih sayang yang besar sepanjang masa sehingga tidak aneh bila
hak-haknya juga besar.
Seorang anak wajib mencintai, menghormati dan memelihara orang tua
walaupun keduanya musyrik atau berlainan agama, keduanya berhak untuk diberi
kebaik-an dan pemeliharaan bukan mentaati dan mengikuti kesyrikan atau
agamanya. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang ber-tambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun." (Luqman : 14)
Disebutkan berulang-ulang serta banyak sekali wasiat untuk seorang anak
agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya di dalam Al-Qur'an dan wasiat Rasul
shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak disebutkan wasiat orang tua untuk
berbuat baik terhadap anaknya kecuali sedikit.
Karena kebaikan dan pengorbanan orang tua beru-pa jiwa, raga dan
kekuatan yang tak terhitung tanpa berkeluh kesah dan meminta balasan dari
anaknya, secara fitrah(naluri) sudah cukup sebagai pendorong kedua orang tua
untuk bersikap demikian tanpa ditekan dengan wasiat. Adapun anak harus selalu
diberi wasiat dan diingatkan agar senantiasa ingat akan jasa-jasa orang yang
selama ini telah mencurahkan jiwa dan raga serta seluruh hidupnya dalam
membesarkan dan mendidiknya. Apalagi seorang ibu selama mengandung mengalami
banyak beban berat sebagaimana firman Allah Ta'ala (ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah), ibu lebih banyak
menderita dalam membesarkan dan mengasuh anaknya, dan penderitaan di saat hamil
tidak ada yang bisa merasakan payahnya kecuali kaum ibu juga.
Al-Bazzar meriwayatkan hadits dari Buraidah dari bapaknya bahwa ada
seorang lelaki yang sedang thawaf sambil menggendong ibunya, lalu dia bertanya
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: " Apakah dengan ini saya
sudah menunaikan haknya?" Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:
"Belum! Walaupun se-cuil".
Dari Al-Miqdam bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah berwasiat agar kalian berbuat baik kepada ibu-ibumu, sesungguhnya Allah berwa-siat agar berbuat baik kepada bapak-bapakmu dan sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian agar berbuat baik kepada sanak kerabatmu". (Dishahih-kan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah)
Anak adalah bagian hidup dan belahan hati orang tua, kasih sayangnya
mengalir di dalam darah daging keduanya.
Dari 'Aqra' bin Habis sesungguhnya dia melihat Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mencium Hasan, lalu dia berkata: "Sesung-guhnya saya
mempunyai sepuluh orang anak dan saya tidak pernah mencium seorangpun di antara
mereka. Beliau bersabda:

"Sesungguhnya barangsiapa yang tidak menyayangi maka tidak akan disayang". (Muttafaq 'alaih)
Al-Ahnaf bin Qais rahimahullah ditanya tentang masalah sikapnya terhadap
anak, maka beliau menjawab: Anak adalah buah hati, belahan jiwa dan tulang
punggung, kita rela terhina bagaikan bumi rela diinjak demi mereka dan bagaikan
langit yang siap menaungi hidup mereka dan kita siap menjadi senjata pelindung
bagi mereka dalam menghadapi marabahaya. Jika mereka minta sesuatu kabulkanlah
dan bila marah cari sesuatu yang menye-nangkan hatinya, maka mereka akan
membalas kasih sayangmu dan berterimakasih atas setiap pemberian-mu. Janganlah
kalian merasa berat dan terbebani oleh anakmu, sebab mereka akan mengacuhkan
hidupmu dan menghendaki kematianmu serta segan mendekati-mu.
Apabila seorang anak di mata orang tua keduduk-annya seperti itu,
seharusnya anak menempatkan posisi orang tua tidak kurang dari itu dalam
menghormati dan memuliakan orang tua mereka sebagai bukti balas budi dan
pengakuan terhadap kebaikan yang telah didapat dari orang tua. Di samping tetap
melestarikan kewajiban silaturrahim kepada mereka berdua sesuai ketentuan
Kitabullah.
Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:

"Tiga macam doa yang pasti terkabulkan; doa orang tua untuk anaknya, doa orang musafir dan doa orang yang teraniaya". (Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, Al-Albani).
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seorang laki-laki
datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta izin untuk
ikut serta berjihad, maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam bertanya:
"Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Dia berkata: "Ya, masih
hidup". Beliau bersabda: "Maka berjihadlah dalam (menjaga)
keduanya".
Dari Abu Bakrah berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Maukah kalian aku ceritakan tentang dosa yang
paling besar?" Kami menjawab: "Ya wahai Rasu-lullah". Beliau
bersabda:

"Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Beliau waktu itu bersandar, maka terus duduk dan bersabda: "Ketahuilah, dan perkataan dusta". (Shahihul Jami')

Dari Abdullah Ibnu Mas'ud berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: Apakah amal yang paling dicintai Allah? Beliau menjawab: "Shalat pada waktunya." Saya bertanya: "Lalu apalagi?" Beliau bersabda: "Berbuat baik kepada orang tua". Saya bertanya: "Kemudian apalagi?" Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersab-da: "Jihad di jalan Allah". (Muttafaq 'alaih)
Dari Jabir bin Abdullah sesungguhnya seorang lelaki berkata: Wahai
Rasulullah sesungguhnya saya mempunyai harta dan anak, dan bapak saya
meng-inginkan hartaku. Maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Engkau dan hartamu adalah milik bapakmu". (Muttafaq 'alaih).
Dan petunjuk birrul walidain yang terbaik adalah sikap yang telah
ditunjukkan oleh para nabi 'alaihimus shalatu wa salam sebagai simbol
anutan dan petunjuk bagi setiap manusia.
Nabi Ismail 'alaihi salam berkata dan ucapannya diabadi-kan dalam firman
Allah Ta'ala:
"Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang bersabar". (Ash-Shafaat: 102).
Nabi Nuh 'alaihi salam berkata juga dan ucapannya dise-butkan dalam
firman Allah Ta'ala:
"Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang
masuk ke rumahku dengan beriman". (Nuh: 28)
Nabi Isa 'alaihi salam juga disifati oleh Allah Ta'ala dalam
firman-Nya:
"Dan berbakti kepada ibuku". (Maryam: 32)
Nabi Yahya 'alaihi salam juga disifati oleh Allah Ta'ala
demikian yang disebutkan dalam firman Allah:
"Dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, dan
bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka". (Maryam: 14)
Betapa indahnya bila seorang muslim bisa mencontoh dan mengikuti jejak
para nabi.
WAHAI ANAK-ANAKKU
Wahai anakku siang malam sepanjang umurku, aku korbankan untukmu agar
kalian berbahagia, kedua orang tuamu letih dan menderita serta hati gundah bila
engkau sedang sakit dan wajahmu pucat. Anakku tercin-ta. Itulah kalimat yang
sering diulang-ulang oleh seorang ibu atau bapak. Wahai seorang anak ingatlah jasa
kedua orang tuamu yang besar tatkala engkau masih berada dalam kandungan, di
saat kau masih bayi dan setelah kau menginjak remaja hingga engkau menjadi
orang dewasa. Sekarang tiba saatnya kedua orang tuamu membutuh-kan kasih sayang
dan perhatian darimu. Sementara engkau hanya sibuk mengurusi isteri dan
anak-anakmu hingga orang tuamu engkau abaikan, padahal orang arab jahiliyah
dulu menganggap aib dan harga diri jatuh jika ada seorang anak yang durhaka
kepada kedua orang tuanya. Peribahasa-peribahasa Arab menceritakannya,
menuduhnya dengan gambaran yang sangat jelek sekali bahkan memberinya julukan
dengan julukan-julukan yang sangat keji. Akan tetapi kita membaca banyak cerita
di zaman sekarang tentang cerita anak-anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya.
Abu Ubaidah At-Taimy dalam kitabnya, Al-'Aqaqah wal Bararah
menuturkan beberapa contoh orang-orang yang berbuat baik kepada kedua orang
tuanya dan beberapa contoh orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya.
Seorang dari bani Qurai' bernama Murrah bin Khattab bin Abdullah bin Hamzah
pernah mengejek dan terkadang memukul orang tuanya, se-hingga bapaknya berkata:
Saya besarkan dia tatkala dia masih kecil bagaikan anak
burung yang baru lahir yang masih lemah tulang-belulangnya.
Induknya yang menyuapi makan sampai melihat anaknya sudah
mulai berkulit sempurna.
Dan contoh lain yang durhaka kepada orang tua-nya adalah putra Umi
Tsawab Al-Hazaniyah, dia durhaka kepada ibunya karena isterinya selalu
menghalangi untuk berbuat baik kepada ibunya, sehingga ibunya mengungkapkan
kepedihan hati dalam sebuah syair:
Saya mengasuhnya di masa kecil tatkala masih seper-ti anak
burung, sementara induknya yang menyuapi makanan dan melihat kulitnya yang
masih baru tumbuh.
Setelah dewasa dia merobek pakaianku dan me-mukul badanku,
apakah setelah masa tuaku aku harus mengajari etika dan adab.
Dan juga Yahya bin Yahya bin Said, suatu ketika dia pernah menyusahkan
bapaknya lalu bapaknya meng-hardiknya dengan menulis syair:
Semenjak lahir dan masa bayi yang masih kecil aku
mengasuhmu, dan saya selalu berusaha agar engkau menjadi orang tinggi dan
berkecukupan.
Di malam hari engkau mengeluh sakit hingga tidak bisa tidur.
Keluhan itu membuatku gundah dan ketakutan.
Jiwa selalu gelisah memikirkan keselamatan untuk dirimu, sebab
aku tahu setiap jiwa terancam oleh ke-matian.
Contoh-contoh di atas merupakan sebagian dari beberapa kasus anak
durhaka kepada kedua orang tua-nya yang terjadi pada masa lampau dan sekarang.
Dan di dalam sebagian lagu-lagu masyarakat jahili-yah dahulu, yang
sering para wanita lantunkan adalah: Ya Allah, apa yang harus saya perbuat
terhadap anakku yang durhaka, di masa kecil aku dengan susah payah
membesarkannya, setelah menikah dengan seorang putri Romawi dia berbuat
semena-mena terhadapku. Wanita ini mengadu kepada Allah terhadap sikap
anaknya yang telah diasuh dengan susah payah, tetapi setelah menikah dengan
wanita nasrani Romawi, dia melupakan ibunya.
Adapun contoh orang-orang yang berbuat baik kepada orang tua antara
lain; cerita tiga orang yang terjebak dalam gua, di antara mereka ada yang
mengata-kan: "Tidak ada cara yang mampu menyelamatkan kalian kecuali
bertawassul dengan amal shalih kalian. Seorang di antara mereka berdo'a:
"Ya Allah saya mempunyai dua orang tua yang lanjut usia dan saya sekeluarga
tidak makan dan minum di malam hari sebelum mereka berdua, pada suatu saat saya
pernah pergi jauh untuk suatu keperluan sehingga saya pulang terlambat dan
sesampainya di rumah saya mendapatkan mereka berdua dalam keadaan tidur. Lalu
saya memerah susu untuk malam itu, tetapi mereka berdua masih tetap tidur
pulas, sementara saya tidak suka jika makan dan minum sebelum mereka. Akhirnya
saya menunggu sambil memegang susu hingga mereka berdua ter-bangun, sampai
fajar terbit mereka berdua baru bangun lalu meminum susu. Ya Allah jika
perbuatan yang telah aku kerjakan tersebut termasuk perbuatan ikhlas karena
mencari wajahMu, maka hilangkanlah kesulitan kami dari batu besar ini, lalu
batu itu pun bergeser dari mulut gua.
Masih banyak contoh-contoh lain tentang orang-orang yang berbakti kepada
orang tua baik di masa lampau maupun sekarang yang tidak mungkin kita ceritakan
seluruhnya, kebaikan tersebut mereka per-sembahkan kepada orang tua sebagai
balasan atas jasa-jasa, perhatian dan pemeliharaan mereka dan sebagai bukti
pengakuan tulus dan akhlak mulia. Ini semua mengharuskan kepada setiap anak
untuk mengingat kebaikan yang selalu mengalir tak ada hentinya hingga akhir
hayat.
Sebagian orang-orang shalih sebelum berangkat kerja ada yang
menyempatkan diri singgah ke rumah orang tuanya sambil mencium tangannya untuk
memin-ta restu dan menanyakan keadaan serta kesehatan mereka. Lalu berangkat ke
tempat kerja. Sikap mulia dan terpuji ini, sangat baik jika dipraktekkan dalam
kehidupan masyarakat.
Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hu-rairah bahwa dia berkata
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Celakalah, celakalah". Beliau ditanya: "Siapa wahai Rasulullah? Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seseorang yang mendapati orang tuanya, dan salah satu atau keduanya berusia lanjut, kemudian tidak masuk Surga".
Dari Abdullah bin Umar berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:

"Tiga orang tidak masuk Surga dan tidak dilihat Allah pada hari Kiamat; Orang yang durhaka kepa-da orang tua, wanita yang menyerupai laki-laki dan dayyuts. (HR. Ahmad)
Durhaka kepada orang tua adalah perbuatan zhalim besar dan sikap tidak
tahu diri.
Rasulullah yang mengajari umat manusia etika dan tata krama mengetahui
kedudukan dan fungsi seorang ibu dan bapak kemudian memberikan petunjuk kepada
setiap orang mukmin agar menjadi umat yang bertang-gung jawab.
Di antara bentuk birrul walidain setelah orang tuanya meninggal
adalah dengan menyambung hubung-an kerabat dengan teman dan sahabat orang
tuanya.
Dari Abdullah bin Umar berkata sesungguhnya saya mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya perbuatan yang terbaik adalah me-nyambung hubungan kerabat dengan sahabat orang tuanya". (Shahihul Jami', Al-Albani)
Bukti cinta dan berbakti kepada orang tua adalah menghormati dan menjaga
hubungan persahabatan orang tua dengan teman-temannya. Pada saat seseorang
mempererat hubungan persahabatan dengan teman bapaknya, merupakan bukti dalam
berbakti kepada orang tua dan pertanda hasil baik pendidikan orang tua kepada
anak.
Imam Muslim dalam kitab shahihnya menyebutkan tentang bab keutamaan
menyambung hubungan persa-habatan dengan teman-teman bapak atau ibu. Karena
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya perbuatan yang terbaik adalah menyambung hubungan persahabatan dengan saha-bat orang tuanya".
Dan juga hadits tentang Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam dalam meng-hormati teman-teman Khadijah setelah wafatnya.
MUTIARA NASIHAT DALAM SILATURRAHIM
Hiasilah wahai manusia hubungan kerabatmu dengan ridha Allah, langkah-langkahmu menuju ke tempat tinggal kerabatmu adalah keberkahan dan derajatmu akan tinggi di sisi Allah bila engkau melangkahkan kaki untuk bersilaturrahim. Malaikat rahmah selalu mengiringimu dan merupakan ibadah kepada Allah pada saat engkau bersilaturrahim serta engkau akan mendapatkan pahala dan pengampunan dari Allah. Tatkala engkau mengunjungi bibimu yang sedang sakit berarti engkau telah menghiburnya dan sebagai tanda keberhasilan dalam mendidikmu.
Saudara laki-laki dan saudara perempuan baik sekandung maupun hanya
saudara sebapak atau seibu, atau sepersusuan, semuanya hendaklah saling
menya-yangi, menghormati dan menyambung hubungan kera-bat baik pada saat
berdekatan atau berjauhan.
Hubungan persaudaraan khususnya antara sauda-ra laki-laki dengan saudara
perempuan memiliki sentuhan yang sangat unik yaitu sentuhan batin yang sangat
lembut serta kesetiaan yang sangat dalam dan semakin hari semakin bertambah
subur walaupun berjauhan jarak tempatnya.
Wahai saudariku sekandung, Allah mewasiatkan kepadaku agar aku selalu
menyambung silaturrahim, secara fitrah kita bersaudara dan dengan Kitabullah
kita diperintahkan bersilaturrahim serta Allah mengancam dengan siksa dan
celaka bagi orang yang memutuskan hubungan kerabat.
Dari Jubair bin Muth'im bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:

"Tidak akan masuk Surga orang yang memutuskan hubungan kerabat". (Muttafaq 'alaih)
Menyambung silaturahim dengan paman dan bibi adalah termasuk bagian dari
silaturrahim, berdasarkan hadits dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:

"Apakah kamu tidak sadar bahwa paman seseorang adalah saudara bapaknya".
Menyambung hubungan kerabat dengan anak pe-rempuan dari saudara
perempuan termasuk bersilatur-rahim dengan ibunya dan demikian pula
bersilatur-rahim dengan saudara perempuan ibu. Dari Barra' bin Azib bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Saudara perempuan ibu (bibi) memiliki keduduk-an seperti ibu". (Muttafaq 'alaih)
Dari Ibnu Mas'ud bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Saudara perempuan ibu (bibi) adalah ibu". (HR. Ath-Thabrani)
Wanita adalah makhluk yang lemah dan menjadi kuat karena dengan adanya
laki-laki. Pada saat saudara laki-laki berkunjung ke rumah saudara perempuan,
maka dia bergembira dan berbahagia dengan kunjungan tersebut. Suami dan
keluarganya juga ikut bergembira, dengan rasa bangga saudara perempuan tersebut
bercerita kepada penduduk kampungnya bahwa saudara laki-laki tersebut datang
berkunjung untuk mengetahui keadaan dan kesehatannya dan mereka itulah yang
menjadi penopang hidupnya setelah Allah pada saat-saat susah dan kesulitan.
Betapa lezatnya makanan yang datang dari sauda-ra, bapak atau paman
serta betapa berharganya hadiah yang datang dari saudara dan kerabat.
Saudara perempuan tersebut mengungkapkan kegembiraan dengan mengucapkan
semoga Allah melu-ruskan niatmu wahai saudaraku, semoga Allah senan-tiasa
memberi keselamatan kepada kalian dari setiap musibah, saya sangat berbahagia
atas kehadiran kalian dan saya sangat bergembira dan bangga dengan kunjungan
kalian di hadapan suami saya dan keluarga-nya. Wahai saudaraku tatkala kalian
masuk ke rumahku seakan ruangan rumahku bercahaya dan seluruh rahasiaku ingin
aku ungkapkan serta keadaanku ber-ubah semua. Hadiah yang kalian berikan
walaupun sederhana akan tetapi sangat berharga bagiku bukan karena mahalnya
akan tetapi pemberian itu dari tangan kalian. Saya merasa bangga dan mulia dari
seluruh manusia di dunia ini.
Wahai saudaraku, kunjungan kalian mendatangkan suasana baru bagi hidupku
dan saya melihat ruangan rumahku seakan semakin cerah setelah kedatangan
kalian. Kegembiraan yang tak mungkin dunia memberi-kannya kepadaku dan
kebahagiaan seakan aku mampu memeluk bintang gejora. Tidak ada saat yang paling
bahagia dalam umurku tatkala kalian memuliakan ru-mahku dengan kunjungan
kalian.
Ya Allah saya bersaksi di hadapanMu bahwa sau-dara-saudaraku telah
bersilaturrahim, maka sambunglah ya Tuhan Dzat Yang Maha Penyayang.
Wahai saudaraku, kalian hanya sekedar menunai-kan kewajiban dan tugas
kemasyarakatan, tetapi saya berbahagia selamanya yang tidak mungkin terhargai
oleh apa pun.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah Ta'ala menciptakan makhluk sehingga setelah selesai menciptakan mereka, maka rahim berdiri dan berkata: Ini adalah kedudukan yang tepat bagi orang yang berlindung dari memutuskan hubungan silaturrahim, Allah Ta'ala berfirman: "Benar, bukankah engkau senang jika Aku menyambung orang yang menyambung silatur-rahim dan saya memutus orang yang memutuskan silaturrahim. Dia berkata: "Ya, Allah Ta'ala berfirman: "Itulah permohonanmu yang Aku kabul-kan."
Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Bacalah jika kalian mau firman Allah Ta'ala (artinya):
"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan
membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?" (Muham-mad: 22)
Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anhu bahwa dia
berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Rahim bergantung di 'Arsy, lalu berkata: "Ba-rangsiapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya dan barangsiapa yang memutus-kanku, maka Allah akan memutuskannya".
Sesungguhnya orang-orang yang berakal dan berfikir serta berhati yang
jernih akan mampu mencerna makna nasihat kebenaran dan kemudian menjadi
peringatan baginya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah
perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut
kepada hari hisab yang buruk". (Ar-Ra'd: 21)
Inilah sifat seorang mukmin, setiap apa-apa yang diperintahkan Allah Ta'ala
untuk menghubungkan, maka mereka pun menghubungkan. Mentaati secara sempurna
dan istiqamah di atas kebenaran dan berjalan di atas manhaj Kitabullah dan
sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan mampu menyelamatkan kita
dari penyelewengan dan kesesatan.
Orang yang terbiasa tidak menjaga janji Allah dan tidak istiqamah di
atas jalan lurus sesuai kehendak Allah, maka dia tidak mungkin mampu memegang
janji dan ikatan dengan siapa pun./
Harap
Cantumkan Dicopy dari :
Website “Yayasan Al-Sofwa”
Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa,Jakarta - Selatan (12610)
Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26
www.alsofwah.or.id ; E-mail: info@alsofwah.or.id
Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa,
Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26
www.alsofwah.or.id ; E-mail: info@alsofwah.or.id
Dilarang Keras Memperbanyak Buku ini untuk diperjual
belikan !!!
Comments
Post a Comment